Berlibur ke Wisata Alam Batu Raden

Wisata yang akan kita bahas kali ini merupakan objek wisata populer dan sudah banyak dikunjungi oleh wisatawan dalam maupun luar negeri. Wisata alam ini berada di sebelah utara Kota Purwokerto atau tepatnya di lereng Gunung Slamet.

Tempat wisata ini bernama Batu Raden.

Sangking tak pernah sepi dari pengunjung, tidak sedikit hotel dan vila indah berdiri di kawasan ini untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal di kawasan baturaden, dengan hawa yang sejuk dan pemandangan yang indah membuat wisatawan betah untuk tinggal di setiap hotel maupun vila yang ada di sini.

Jika kamu tahu tentang legenda Lutung Kasarung, nah, Batu Raden inilah yang menjadi latar kejadian cerita tersebut, dan atas alasan inilah lengenda dan dongeng dari lutung kasarung tak luput dari Kawasan Wisata Baturaden.

Baturaden tepatnya terletak di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Jalur untuk menuju lokawisata pun cukup mudah karena sudah disediakan akses jalan yang bagus. Meskipun kalian perlu berhati-hati karena untuk menuju kawasan ini kalian harus menempuh jalan dengan tanjakan yang tajam.

Baturaden merupakan tempat wisata alam yang indah, di Indonesia memang banyak wisata alam yang indah seperti Wisata Alam Bogor, namun Baturaden tidak kalah indahnya dengan tempat wisata alam yang lain. Berikut sejumlah spot yang bisa kamu kunjungi di Objek Wisata Batu Raden:

Pancuran Pitu dan Pancuran Telu Baturaden. Spot ini merupakan yang paling favorit. Spot ini adalah tempat pemandian air panas. Kamu akan menikmati pemandian alami dengan suhu antara 60 hingga 70 derajat celcius. Tidak sedikit yang datang ke sini untuk terapi air panas. Selain untuk pemandian air panas kalian juga dapat menikmati pijat sulfur yang banyak terdapat di tempat ini, cukup dengan membayar 7.500 hingga 15.000 rupiah kalian sudah bisa menikmati pijatan ini.

Lainnya ada Telaga Sunyi dengan suasananya yang seperti di Jepang: sunyi rimbun pepohonan, air yang mengalir tenang nan jernih; Bumi Perkemahan Wana, yang merupakan tempat kemah dan pernah menjadi lokasi jambore nasional pramuka pada 2001.Taman Loka Widya Mandala dengan koleksi satwanya yang menggemaskan. Teater Alam Batu Raden, dan Wisata Budaya Grebeg Surya.

 

 

Mengenal Berbagai Satwa di Bali Zoo Park

Bali merupakan pulau sejuta wisatawan. Sepertinya warga dari seluruh negara di dunia pernah menjadi turis di Bali. Bagi pecinta wisata alam dan binatang, maka agenda wisata ataupun tour anda selama liburan di pulau Bali, bisa mengunjungi Bali Zoo Park. tempat ini adalah salah satu kebun binatang yang terletak di Jalan Singapadu Kabupaten Gianyar.

Bali Zoo Park berdiri di atas tanah seluas 3,5 hektar, kecil memang untuk ukuran kebun binatang, dan lebih kecil dibandingkan Taman Bali Safari.

Objek wisata ini cocok untuk dikunjungi bersama teman atau keluarga. Di sini kamu akan diberi pengalaman lebih tentang keaneka ragaman flora dan fauna, mengenal lebih dekat satwa-satwa yang dilindungi dan akan menjadi pendidikan dan pengatahuan dini bagi mereka, selain pengalaman wisata yang menyenangkan berada di tengah-tengah hutan tropis.

Bali Zoo Park mempunyai Burung Jalak Bali yang sudah hampir punah, Burung Merak, Burung Kasuari, dan Burung Kakaktua serta masih banyak lagi jenis burung lainnya nyanyian mereka akan turut serta mengiringi perjalanan tour anda berkeliling di Kebun Binatang ini. Dan… beberapa orang memanfaatkan objek wisata ini keperluan photo pre-wedding.

Di Bali Zoo Park terdapat restoran tempat kamu bisa melepas lelah setelah berjam-jam berkeliling kebun binatang atau berfoto ria bersama satwa-satwa di sana.

Untuk masuk ke kawasan Bali Zoo Park, kamu akan dikenakan ongkos tiket seharga 140 ribu untuk dewasa, sementara untuk anak-anak 100 ribu. Sementara untuk turis asing dikenakan ongkos seharga 395 ribu per-orang dewasa dan 255 ribu untuk anak-anak

Sendang Sriningsih, Gua Maria dan Air Sendang Perantara Rahmat Tuhan

Di Yogyakarta banyak sekali terdapat situs candi. Candi-candi tersebut biasanya banyak ditemukan di Kecamatan Prambanan. Namun kali ini ada yang lain daripada situs candi. Di Kecamatan Prambanan ini, di Gayamharjo, antara Bukit Ijo dan Mintorogo, kita bisa menemukan Sendang Sriningsih. Yaitu tempat ziarah berupa mata air abadi dan Gua Maria. Unruk menjangkaunya, kita bisa mengendarai kendaraan bermotor, kemudian menuju arah selatan setelah tiba di pertigaan pertama setelah Candi Prambaan.

Begitu sampai, anda bisa langsung memulai proses ibadah dengan mengikuti rute jalan salib. Rute itu dirancang berupa tangga-tangga yang menanjak ke atas, kurang lebih panjangnya 900 meter. Seperti di rute jalan salib umumnya, di sepanjang jalan itu terdapat relief-relief yang menceritakan perjalanan Yesus memanggul kayu salib. Selama mengikuti rute itu pula, anda juga bisa memanjatkan doa.

Untuk ritual peribadatan, di sendang ini diselenggarakan sembilan kali setahun setiap malam Jumat Kliwon, hari keramat dalam masyarakat Jawa. Saat itu, digelar doa dan misa dengan jumlah peziarah mencapai 3000 orang. Ritual ibadah di malan Jumat Kliwon itu sekaligus menunjukkan adanya perpaduan budaya Jawa dan budaya Katolik di wilayah itu.

Sendang Sriningsih, kabarnya telah menjadi danau bawah tanah. Bagian pinggirnya telah disemen dan bagian atasnya ditutup dengan seng demi terjaganya kebersihan air. Jika ingin mengambil air sendang, kita bisa menyalakan kran yang ada di sebelah kanan bilik sendang. Konon, air sendang ini bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. []

 

 

Sagio Puppet, Pembuatan Wayang Pertama di Bantul

Sagio Puppet bukan hanya tempat untuk memesan wayang. Di tempat itu juga kita diberi kesempatan untuk belajar mendalami filosofi dan teknik membuatnya. Sagio Puppet dikelola oleh Sagio, seorang masterpiece yang selama lebih dari 30 tahun bertekun dalam pembuatan wayang.

Sagio belajar dari sang ayah (Jaya Perwita) dan seorang pembuat wayang senior Kraton Yogyakarta (MB Prayitno) membuatnya mampu mengenal karakter setiap tokoh wayang. Pengetahuan mendalam yang berpadu dengan semangat cinta wayang yang telah tumbuh sejak usia 11 tahun membuatnya mampu menghasilkan wayang dengan kualitas ultra.

Hasil karya Sagio telah banyak menjadi ‘aktor’ dalam berbagai pertunjukan. Ki Hadi Sugito dan Ki Timbul, adalah dalang terkenal di Indonesia yang mengandalkan wayang karya Sagio. Pejabat negara seperti mantan presiden Abdurahman Wahid yang menggemari tokoh Kumbokarno dan Megawati Soekarno Putri bahkan mengkoleksi wayang karya Sagio. Kepiawaian Sagio juga membuatnya dipercaya seorang turis asing untuk membuat wayang bergaya Spanyol.

Wayang yang dijual oleh Sagio memiliki beragam ukuran dan harga yang terbilang bisa bersaing. Wayang terkecil dibanderol seharga Rp.5000,- hingga yang paling besar seharga Rp.1.500.000,-. Sedangkan satu set wayang untuk pagelaran dijual seharga Rp.200.000.000,- untuk prada emas dan Rp.50.000.000,- hingga Rp.100.000.000,- untruk prada coklat.

Hasil karyanya tesebut bisa dibeli langsung di Sagio Puppet atau beberapa hotel yang menjualnya. Hasil karyanya selain wayang, ada juga topeng batik klasik maupun dekoratif dan juga souvenir kulit maupun kayu yang cocok untuk dikoleksi. []

Gua Kidang Kencana, Fenomena Geologis di Kulon Progo

Jogja memiliki banyak sekali wisata alam. Yang unik kali ini adalah Gua Kidang Kencana. Lokasinya berdekatan dengan Gua Kiskendo. Letaknya yang berada di balik perbukitan sunyi dan tanah karst yang tertutup vegetasi rapat nan subur ini, selain menyuguhkan keindahan namun juga menantang para petualang.

Nama Kidang Kencana mengingatkan kita pada kisah tentang seekor rusa jadi-jadian yang sengaja dikirim Rahwana untuk memisahkan Rama dari Dewi Shinta. Namun ternyata, pertemuan seorang penggembala dan seekor rusa ratusan tahun silamlah yang menjadi sejarah awal penamaan gua yang lorongnya mencapai 350 meter ini. Menurut cerita masyarakat setempat, Mbah Bongsoriyo yang kehilangan kambingnya tak sengaja menemukan hewan piaraannya itu berada di dalam sebuah gua bersama seekor rusa. Sejak itulah gua tempat pertemuan Mbah Bongsoriyo dan si rusa dinamakan Gua Kidang Kencana.

Untuk mencapai mulut gua, kita perlu berjalan sejauh 450 meter melewati jalan cor beton. Kemudian tibalah kita di depan mulut gua yang curam, meski tidak terlalu besar dengan diameter sekitar dua meter. Menyusuri gua ini kita perlu bantuan lampu senter, karena gua ini sangat gelap. Tapi tenang saja, tidak perlu merasa takut karena ada dua orang pemandu yang siap menemani dan menceitakan tentang gua ini di sepanjang penyusuran.

Di dalam gua kita bisa menyaksikan keelokan hasil fenomena endokarst di dinding gua. Bahkan tak jarang kami harus berjalan jongkok atau merangkak jika lubang di perut bumi ini semakin menyempit. Lorong gua yang bisa menembus bagian di balik bukit ini memang dibiarkan alami tanpa ada perubahan sedikit pun. Seluruh ornamen di Gua Kidang Kencana itu pun menambah kekayaan fenomena geologis di Kulon Progo yang senantiasa membuat para penikmatnya berdecak kagum. []

Masjid Kotagede, Masjid Tertua yang Masih Kokoh

 

Kotagede memiliki suasana magis tersendiri ketika kita menjejakkan kaki ke sana. Bangunan-bangunan di sekitar jalan yang masih dengan gaya rumah kolonial memberi kesan tua dan kuno. Bila berkelana  ke Kotagede tidak akan lengkap jika tidak berkunjung ke Masjid Kotagede, bangunan tempat ibadah islam yang tertua di Yogyakarta.

Mungkin di Kotagede yang terkenal adalah tempat pemakaman raja Mataram. Namun sebenarnya, bangunan masjid yang sering kali terlewatkan ini sebenarnya memiliki sisi keunikan yang luar biasa. Masjid yang berdiri sekitar tahun 1640-an ini memiliki cerita pada setiap pirantinya.

Sebelum memasuki kompleks masjid, kita akan menemui sebuah pohon beringin yang konon usianya sudah ratusan tahun. Pohon itu tumbuh di lokasi yang kini dimanfaatkan untuk tempat parkir. Karena usianya yang tua, penduduk setempat menamainya “Wringin Sepuh” dan menganggapnya mendatangkan berkah. Keinginan seseorang, menurut cerita, akan terpenuhi bila mau bertapa di bawah pohon tersebut hingga mendapatkan dua lembar daun jatuh, satu tertelungkup dan satu lagi terentang.

Berjalan mengelilingi halaman masjid, akan dijumpai perbedaan pada tembok yang mengelilingi bangunan masjid. Tembok bagian kiri terdiri dari batu bata yang ukurannya lebih besar, warna yang lebih merah, serta terdapat batu seperti marmer yang di permukaannya ditulis aksara Jawa. Sementara tembok yang lain memiliki batu bata berwarna agak muda, ukuran lebih kecil, dan polos. Tembok yang ada di kiri masjid itulah yang dibangun pada masa Sultan Agung. Sementara tembok yang lain merupakan hasil renovasi Paku Buwono X. Tembok yang dibangun pada masa Sultan Agung berperekat air aren yang dapat membatu sehingga lebih kuat.

Masjid yang usianya telah ratusan tahun itu hingga kini masih terlihat hidup. Warga setempat masih menggunakannya sebagai tempat melaksanakan kegiatan keagamaan. Bila datang saat waktu sholat, akan dilihat puluhan warga menunaikan ibadah. Di luar waktu sholat, banyak warga yang menggunakan masjid untuk tempat berkomunikasi, belajar Al Qur’an, dan lain-lain. []

Rumah Seni Cemeti; Tempat Wisata Kesenian Yang Menyenangkan

Yogyakarta terkenal dengan kota yang menawarkan banyak destinasi-destinasi wisata seputar kesenian, maka tak heran Yogyakarta seringkali disebut-sebut sebagai pusat kesenian dan kebudayaan. Salah satu wisata kesenian yang tak boleh kamu lewatkan di Kota Gudeg ini adalah Rumah Seni Cemeti, tempat wisata tersebut diprakarsai oleh Seniman Nindityo Adipurnomo dan Mella Jaarsma. Rumah Seni Cemeti ini berdiri sejak tahun 1998.

Perlu kamu ketahui bahwa cemeti merupakan salah satu pionir bagi dunia kesenian kontemporer Yogyakarta. Di dalam Rumah Seni Cemeti ini terdapat bangunan galeri yang cukup terkenal namanya di kancah internasional, bangunan tersebut bahkan dipuji oleh media asing The Guardian, sekaligus mendapatkan penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia pada tahun 2002. Prestasi tersebut dihargai karena bagunannya yang menyatukan konsep modern-tradisonal.

Selain terdapat beberapa galeri, di Rumah Seni Cemeti ini juga menawarkan beberapa macam presentasi seni sepanjang tahun yang bisa kita ikuti. Jika kamu berminat untuk mengikutinya, kamu bisa datang pada 2 waktu di setiap bulannya, tapi itu jika kamu beruntung ya. Sebab, menurut staf dokumentasi yang ada di sana, pameran dan presentasi yang ada di cemeti ini hanya diadakan dua bulan sekali, dan juga jadwal tepatnya yang tidak pasti.

Di dalamnya memamerkan lukisan, film, video, fotografi, instalasi atau pameran arsip. Pameran yang diadakan biasanya pertunjukkan kolaborasi dari seniman residen dari Indonesia dan luar negeri, pameran karya seniman tunggal maupun kelompok. Keberadaan cemeti ini tidak hanya menguntungkan bagi seniman saja, melainkan juga bagi masyarakat luas yang mencintai dan berdedikasi di bidang seni. Di Rumah Seni Cemeti ini terdiri dari kantor, ruang pameran, kamar tinggal seniman residen, ruang pameran dan stock room. Tempat bagi kamu yang ingin memburu karya-karya seniman kontemporer.

Yang tak kalah menarik dari tempat ini adalah kamu bisa mengikuti acara workhsop, artist talk, dan diskusi-diskusi ringan maupun berat ala-ala seniman. Beberapa nama seniman penting tanah air dan komunitas seni yang pernah mengisi di Rumah Seni Cemeti ini di antaranya, Natasha Gabriela Tonte, Sewon Screening, Wisnu Wardhana, dan masih banyak lagi lainnya.

Mengunjungi Makam Raja-Raja, Mengunjungi Sejarah

Bila kamu seorang penyuka wisata ziarah, kamu pasti akrab dengan objek wisata yang satu ini. Atau bila kamu belum pernah mendengarnya, objek wisata ini harus ada dalam daftar kunjunganmu selanjutnya.

Makam Raja-Raja Imogiri adalah kompleks makam Raja-Raja Mataram Islam beserta keturunannya, yaitu raja-raja yang bertahta di Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Mau tahu apa saja yang ada di dalamnya? Simak ulasan kami.

Area pemakaman ini, termasuk raja-raja era Kraton Yogyakarta dan Surakarta, sejatinya punya sejarah panjang. Makam ini dibangun sejak masa Sultan Agung, pemimpin terbesar Kesultanan Mataram Islam. Hal ini dijelaskan dalam buku Jejak Masa Lalu: Sejuta Warisan Budaya (2004) suntingan Arwan Tuti Artha dan ‎Heddy Shri Ahimsa Putra.

Dalam buku itu diceritakan makam raja-raja Mataram yang berada di puncak bukit dibangun atas gagasan Sultan Agung (1613-1645). Bukit ini dinamakan Pajimatan Girirejo, terletak di Bantul, arah selatan Kota Yogyakarta, tak jauh dari pantai selatan. Pembangunan kompleks makam raja-raja di Imogiri ini dimulai pada 1632, atau memasuki dekade kedua era Sultan Agung.

Pusat pemerintahan Kesultanan Mataram Islam kala itu berada di Kotagede, dekat pusat Kota Yogyakarta sekarang.Sebelum dibangunnya kompleks makam raja-raja di Imogiri, Sultan Agung sebenarnya sudah merencanakan area pemakaman khusus yang dinamakan Girilaya.

Perancangnya adalah paman sultan yang bernama Panembahan Juminah, salah satu putra Sutawijaya alias Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan Mataram Islam.Namun, tidak berselang lama proses pembangunan makam itu dihentikan sementara karena Panembahan Juminah wafat.

Bila kamu masuk gapura Supit Urang dengan desain arsitekturnya Jawa dengan warna batu bata merah, di sebelah kanan terdapat bangsal tempat para Abdi Dalem Keraton Surakarta, sebelah kiri bangsal Abdi Dalem Keraton Yogyakarta. Bangsal Surakarta agak lebih tinggi bangunannya karena di dalam silsilah, Surakarta memiliki posisi yang lebih tinggi. Lalu lebih ke dalam menuju pintu gerbang utama dan tembok makam terdapat 4 buah padasan (gentong besar) pusaka yang dulunya didapat Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma dari berkunjung ke kerajaan-kerajaan sahabatnya di antaranya Turki dan Syam. Padasan ini dicuci dan diisi air setahun sekali di bulan Muharram atau Suro. Dulunya air padasan ini digunakan untuk wudhu raja ketiga Mataram sebelum berangkat salat Jumat di Mekah.

“Sekarang dikeramatkan di situ. Untuk siapa yang percaya bahwa itu suatu gentong yang keramat, air yang masuk di situ adalah air yang banyak barokahnya,” Ujar seorang pemandu wisata Bardo yang kami temui di bangsal Surakarta.

Untuk mencapai sini, bila dari Terminal Giwangan Yogyakarta, ambil Jalan Imogiri Timur, kemudian, Jalan Pramuka, terus ke Jalan Giriloyo, lalu Pertigaan Belok Kiri, maka sampailah kamu di Makam Raja-Raja Imogiri

Mengenang dan Mengenal Guru Gambar Sejuta Murid

Barangkali kamu asing dengan nama Tino Sidin, atau bagi yang saat kecil sudah punya akses ke televise barangkali tahu samar-samar. Beliau adalah guru gambar sejuta murid yang tayang di layar kaca TVRI selama dua puluh tahun, melalui program “Gemar Menggambar”.

Pelukis ini lahir di Sumatera Utara 1925 ini setia mengajari anak-anak Indonesia dari tahun 1969 – 1989 cara menggambar yang mudah diikuti. Muridnya mulai dari seniman ulung seperti Ugo Untoro; Menteri, Sri Mulyani; hingga masyarakat luas yang tak bisa dicari tahu satu persatu. Maka gelar “guru dengan sejuta murid” sangat cocok untuk guru bangsa, yang mempunyai semacam template ketika sedang menyemangati murid-muridnya: “Bagus… Bagus… Bagus…” atau “Ya, bagus. Teruskan”.

Untuk mengenalkan Tino Sidin pada generasi sekarang, maka pada tahun 2014, keluarga Tino Sidin bekerjasama dengan Kemendikbud meresmikan Taman Tino Sidin yang lebih lanjut pada tahun 2017 direvitalisasi dengan penambahan patung Pak Tino karya pematung Yusman di bagian depan bangunan.

Rumah Pak Tino, berkat arsitek lulusan Atma Jaya Yogya Yoshi Fajar Kresno Murti, rumah tinggal ini bertambah fungsi menjadi sekaligus museum ingatan dan karya Pak Tino, ruang pameran, perpustakaan, dan kelas kesenian. Secara visual depan, yang pertama kali menarik perhatian kita dari bangunan seluas 400 meter persegi ini selain patung raksasa perunggu di atas andesit adalah kesan out-of-the-box detail pagar garasi yang dihias dengan genteng, seakan-akan pagar itu adalah atap. Detail ini, tidak hanya mengejutkan, tetapi juga amat memberi kenikmatan visual.

Di ruang pertama, kita akan melihat dinding bata yang dirancang dengan pola seperti anyaman rotan. Lalu, langit-langit beton yang nampak dicetak dengan gedheg sehingga didapatkan kekuatan beton dengan pola indah anyaman. Tidak sampai di situ, mata kita juga dimanja dengan kontras material yang digunakan sang arsitek: cerah warna kayu kontras dengan gelapnya beton mentah, putih-datar dinding plester kontras dengan jingga-pola batu bata.

Di sini terdapat sekitar 30 karya Tino Sidin yang dipamerkan di dinding-dinding taman tetenger ini. Kebanyakan berpotret kehidupan sehari-hari, semacam fotografer dengan kameranya, Pak Tino merekam hidup ini dengan kuasnya.

Taman Tino Sidin terletak di Jl. Tino Sidin No.297, Kadipiro, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta; dari dari Titik Nol Kilometer, kamu ambil Jl. KH. Ahmad Dahlan, lalu Jl. Yogyakarta, kemudian Wates , nah sampailah kamu di Jl. Tino Sidin.

Bersemedi di Gua Maria Tritis

 

Situs-situs sejarah di Yogyakarta seakan tak pernah habis dijelajahi. Selalu saja ada hal menarik yang bisa kita temukan di kota ini. Salah satunya adalah Gua Maria Tritis ini.Wisatawan mudah menemukan goa yang terletak di Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) Gunungkidul, arah menuju ke sejumlah pantai selatan seperti Baron, Krakal hingga Pulang Sawal atau Indrayanti.

Gua Maria Tritis merupakan salah satu gua alami yang ada di deretan perbukitan karst Gunungkidul dan dijadikan sebagai tempat peziarahan umat Katholik. Dinamakan Tritis karena selalu ada air yang menetes (tumaritis) dari stalaktit yang ada di langit-langit gua. Pada mulanya gua ini merupakan tempat yang sepi dan angker sehingga tidak banyak orang yang berani memasukinya. Oleh karena itu, gua ini sering dijadikan sebagai tempat pertapaan dan menjadi tempat persinggahan beberapa pangeran dari Kerajaan Mataram. Gua ini mulai dikenal oleh umat Katholik pada tahun 1974, yakni pada saat digunakan sebagai tempat Ekaristi Natal. Mulai saat itu Gua Tritis diberi tambahan nama Maria dan menjadi teUntuk masuk ke dalam goa, pengunjung yang melewati jalur biasa bisa berjalan kurang lebih 20 menit atau sekitar 500 meter untuk sampai di mulut goa. Selain itu, bagi peziarah yang ingin melakukan jalan salip harus berjalan memutari bukit karst dengan 14 pemberhentian.

Untuk masuk ke dalam goa, pengunjung yang melewati jalur biasa bisa berjalan kurang lebih 20 menit atau sekitar 500 meter untuk sampai di mulut goa. Selain itu, bagi peziarah yang ingin melakukan jalan salip harus berjalan memutari bukit karst dengan 14 pemberhentian yang dilengkapi diorama kisah sengsara Yesus. Pada stasi ke 12 dibangun 3 buah salib di bawah bukit yang menggambarkan penyaliban Yesus bersama 2 orang penjahat.

Suasana di sini sangat sunyi. Yang tersisa hanya derik serangga atau beberapa suara mistis yang lebih baik tidak usah digubris. Tempat ini cocok untuk bermeditasi atau menenangkan diri bila pengunjung sedang tidak ramai. Altar perjamuan kudus yang terbuat dari batu alam berhiaskan aneka bunga terlihat di tengah gua. Sedangkan tempat duduk umat hanya berupa hamparan karpet. Nuansa alami dan sederhana begitu terasa di gua ini.

Gua ini ramai dikunjungi pada Mei-Oktober, yang merupakan bulan-bulan Bunda Maria. Bila ingin mendapati suasana syahdu, kamu bisa datang pada minggu pertama di tiap bulannya. Mentari sudah kembali ke peraduannya sementara kamu bersimpuh di depan patung Maria. Pendar lilin yang bergoyang tertiup angin seolah memberi petunjuk bahwa masih ada harapan di tengah gelap dan carut-marutnya keadaan dunia.